Konsep Dasar
Ekonomi Moneter
Tujuan ini digunakan
apabila suatu saat nanti tingkat bunga yang berlaku tersebut sangat
menguntungkan dibandingkan dengan investasi sehingga banyak masyarakat yang
mendepositokan uangnya .Dalam
pandangan kebijakan moneter konvensional bunga (interest) ini menjadi hal yang
sangat dominan bisa dilihat dari fungsi uang dalam kebijakan ekonomi moneter
salah satunya adalah tujuan spekulasi.
contoh kasus konsep dasar ekonomi moneter
KOMPAS.com
- Meski hiruk pikuk kasus Bank Century mulai mereda di media massa, proses
pemeriksaan kasus ini masih terus berlangsung. Upaya hukum diarahkan untuk
membongkar dan mencari siapa yang bersalah, khususnya di balik aksi
penyelamatan Bank Century.Mencari siapa yang bersalah, tentu tidak terlepas
dari asumsi adanya kerugian negara yang diakibatkan dari kebijakan tersebut.
Namun, masalah tidak berhenti di sana, karena seiring dengan itu, beredar isu
tentang teori konspirasi yang mengaitkan dana bail
out Bank Century dengan upaya menggalang dana
pemilu oleh salah satu partai politik, suap terhadap petinggi Polri, hingga
melebar ke isu cicak vs buaya. Isu ekonomi pun bergeser menjadi isu politik.
Kita juga tak pernah tahu di bidang ekonomi politik, kisah-kisah
seputar spekulasi konspirasi juga kerap muncul. Ambruknya Lehman Brothers,
terungkapnya kasus Madoff, menyisakan berbagai misteri tentang kisah polarisasi
ekonomi Yahudi. Di dalam negeri, kasus Bank Bali hingga kasus Bank Century
misalnya, adalah berbagai contoh yang mengaitkan bagaimana politik, kekuasaan,
dan uang, adalah saudara seiman.
Saudara
se-iman lainnya yang kerap ikut dalam kelindan itu adalah “kejahatan”. Mario
Puzzo dalam novel Godfather menulis, “Behind every great fortune, there is a
crime”. Dengan kata lain, Puzzo
ingin mengatakan, “Di balik uang bertriliun Rupiah, ada kejahatan”.
Dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun Rupiah, kekuatan partai dan individu yang mencapai miliaran rupiah, dan mengalirnya dana yang sangat besar, tentu menjadi isu “sexy” yang mengundang tanya. Dari mana dan ke mana dana itu mengalir? Dan apakah dana itu terkait dengan konspirasi?
Dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun Rupiah, kekuatan partai dan individu yang mencapai miliaran rupiah, dan mengalirnya dana yang sangat besar, tentu menjadi isu “sexy” yang mengundang tanya. Dari mana dan ke mana dana itu mengalir? Dan apakah dana itu terkait dengan konspirasi?
Pertanyaan
itu tentu tak mudah dicari jawabnya.Kitapun kemudian kerap tergiring untuk
mendaku fakta spekulatif dalam melakukan tafsir gejala. Akhirnya, tak jarang
dari kita yang terjebak ke dalam kusut masai masalah dan keterjebakan
epistemik. Sebuah permainan logika yang artinya, kita mengandaikan sesuatu
sebagai hal yang nyata. Padahal itu hanyalah asumsi kita akan kenyataan itu.
Kita menganggap suatu hal itu terjadi, padahal itu hanya pengandaian kita akan
sebuah kejadian.
Isu mengenai konspirasi di balik penyelamatan Bank Century, kalaupun ada, tentu menarik untuk diungkap.Namun dengan berbagai keterbatasan analisis dan data empiris, setidaknya ada beberapa hal yang perlu dicatat sebelum sampai pada pertanyaan itu.
Isu mengenai konspirasi di balik penyelamatan Bank Century, kalaupun ada, tentu menarik untuk diungkap.Namun dengan berbagai keterbatasan analisis dan data empiris, setidaknya ada beberapa hal yang perlu dicatat sebelum sampai pada pertanyaan itu.
Kedua,
dalam keterbatasan data empiris, satu fakta yang dapat kita lihat sebenarnya
adalah kondisi makroekonomi saat Bank Century diselamatkan.Saat itu, pilihan
kebijakan memang sulit.Menutup bank ataupun menyelamatkan, memiliki risiko
sendiri-sendiri.Kebijakan yang dipilih otoritas saat itu adalah menyelamatkan
Bank Century.Dan itu adalah kebijakan publik yang dilakukan dengan perhitungan
untuk menyelamatkan sistem keuangan secara lebih luas.
Pihak otoritas kerap mengatakan bahwa kebijakan penyelamatan dilakukan dengan sebuah good faith atau itikad baik demi kepentingan luas makroekonomi.Tanpa berpikir penyelamatan itu untuk menyelamatkan satu pihak, apalagi menolong pemilik. Kita melihat bahwa pemilik bank Century sendiri justru ditangkap. Namun kita juga paham, niat baik tak cukup.Niat baik hanya tersimpan di dalam hati, sulit untuk dibuktikan.Yang terlihat adalah dampak dari kebijakan tersebut.Dampak kebijakan itu bagi kebanyakan masyarakat lebih penting untuk dilihat.
Pihak otoritas kerap mengatakan bahwa kebijakan penyelamatan dilakukan dengan sebuah good faith atau itikad baik demi kepentingan luas makroekonomi.Tanpa berpikir penyelamatan itu untuk menyelamatkan satu pihak, apalagi menolong pemilik. Kita melihat bahwa pemilik bank Century sendiri justru ditangkap. Namun kita juga paham, niat baik tak cukup.Niat baik hanya tersimpan di dalam hati, sulit untuk dibuktikan.Yang terlihat adalah dampak dari kebijakan tersebut.Dampak kebijakan itu bagi kebanyakan masyarakat lebih penting untuk dilihat.
Lantas bagaimana dengan konspirasi? Ke mana dana
mengalir? Dan Siapa yang harus dipersalahkan dalam kasus ini?Analisis ini hanya
bisa berhenti di tepian saat kebijakan penyelamatan Bank Century dilakukan.
Namun di seberang tepian itu, apakah kemudian ada konspirasi di balik penyelamatan dana talangan, atau apakah ada kepentingan politik dari penggunaan dana talangan, sepenuhnya berada dalam misteri kegelapan yang jauh dari jangkauan empiris saya. Itu menjadi teka teki di balik langit malam yang gelap (riddle of a dark night sky).
Harapan saya adalah mudah-mudahan kasus ini dapat dituntaskan dengan baik dan tidak hanya mengorbankan pihak tertentu yang lemah secara politis, demi sekedar memenuhi kepuasan penonton “opera sabun”, sebagaimana kerap terjadi pada setiap kasus. (Junanto Herdiawan)
Namun di seberang tepian itu, apakah kemudian ada konspirasi di balik penyelamatan dana talangan, atau apakah ada kepentingan politik dari penggunaan dana talangan, sepenuhnya berada dalam misteri kegelapan yang jauh dari jangkauan empiris saya. Itu menjadi teka teki di balik langit malam yang gelap (riddle of a dark night sky).
Harapan saya adalah mudah-mudahan kasus ini dapat dituntaskan dengan baik dan tidak hanya mengorbankan pihak tertentu yang lemah secara politis, demi sekedar memenuhi kepuasan penonton “opera sabun”, sebagaimana kerap terjadi pada setiap kasus. (Junanto Herdiawan)
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar